Berita

BEBAS DARI KEBISUAN: Pelatihan Public Speaking untuk Kubina oleh SAV-USD di Syantikara Youth Center, Yogyakarta

20 Januari 2025

Pada awal tahun 2025 ini, para aspiran dan postulan atau para calon religius muda dari aneka kongregasi yang tergabung dalam KUBINA (Kursus Bina Awal) mengikuti pelatihan Public Speaking. Pelatihan tersebut berlangsung pada 13-17 Januari 2025  di Syantikara Youth Center, Yogyakarta. Pesertanya berjumlah 81 orang, calon frater-bruder-suster dari 18  kongregasi (AK, ADM, BM, CB, FIC, FICP, MASF, MSC, MSA, MTB, OP, OSU, PBHK, PMY, PPYK, RMI, SDP, dan SX).  Tutor pengampu pelatihan ini adalah Tim dari SAV-USD yang terdiri dari Rm. Yoseph Ispuroyanto SJ (Rm. Iswarahadi), Bp. Emmanuel Cahyo Kristianto  (Mas Noel Kefas), dan Lusia Erva Widiati  (Mbak Erva, mahasiswi Pendikkat-USD).
 
 
Tujuan dari pelatihan ini adalah meningkatkan kepercayaan diri, kemampuan mengekspresikan diri dan kemampuan berbicara di depan umum. Artinya, bebas dari kebisuan. Kemampuan Public Speaking mesti dibina sejak muda, sehingga hari demi hari mereka semakin siap diutus untuk mewartakan iman dan menjadi pemimpin, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi umat yang dipercayakan kepada mereka. “Setiap bangsa butuh pemimpin, setiap organisasi butuh pemimpin, juga setiap jiwa butuh pemimpin. Bagaimana orang bisa memimpin hal yang lebih tinggi, jika ia tidak bisa memimpin dirinya sendiri dalam berkomunikasi? Dengan menumbuhkan rasa percaya diri, Anda siap menerima  hal yang lebih besar.” (YB. Margantoro, Masyarakat Berkomunikasi, Yayasan Pustaka Nusatama, 2008:211).

 
Pemaparan materi oleh Rm. Iswara  dan Mas Noel

 
Selama proses pelatihan, para tutor pendamping secara garis besar memberikan teori dan prinsip-prinsip dasar berbicara di depan umum. Kemudian sebagian besar waktu dipakai untuk praktik. Setiap peserta diberi tugas untuk tampil dan setiap peserta mendapat evaluasi dari tutor satu per satu. Semua persiapan dilakukan di biara masing-masing. Mengingat jumlahnya cukup besar, para peserta dikelompokkan dalam dua kelas, yaitu Kelas A dan Kelas B  yang masing-masing didampingi oleh seorang tutor/fasilitator secara penuh. Pada hari pertama, mereka mendapat tugas mengekspresikan diri bertitik tolak dari bahasa foto. Ada ratusan foto yang digelar di lantai dan setiap peserta wajib memilih satu foto/gambar yang paling menarik dan berkaitan dengan pengalaman hidupnya. Lalu para peserta bergabung di kelasnya masing-masing. Satu per satu diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri dan mendapat komentar dari tutor pendamping. Penampilan pertama ini sungguh menentukan. Kepercayaan diri semakin tumbuh dan menjadi bekal untuk tugas berikutnya.
   
Ekspresi diri lewat bahasa foto

Pada hari kedua, para peserta diberi tugas untuk menyiapkan materi pidato dan berpraktik satu per satu (3 menit) dengan mendapat masukan atau evaluasi dari tutor. Ada 5 tema besar yang bisa dipilih dan diolah, yaitu kaum religius dan pendidikan iman, kaum religius dan orang miskin,  kaum religius dan orang muda, kaum religius dan lingkungan hidup, dan penziarah pengharapan. Pada hari ketiga, setelah diberi pengantar dan contoh oleh tutor, para peserta menulis puisi dan masing-masing mengekspresikannya di depan umum. Saat melakukan tugas puisi, para peserta sudah semakin percaya diri dan mereka sangat kreatif dalam menulis puisi dan saat mengekspresikannya. Mereka semakin terbebas dari belenggu ketakutan dan bebas dari kebisuan. Pada hari keempat, para peserta mendapat tugas yang lebih sulit, yaitu menyiapkan dan menyampaikan homili (3-4 menit) berdasarkan kalender liturgi mulai tanggal 16 Januari dst. Setiap kongregasi mendapat bahan yang berbeda-beda.  Bagi sebagian besar dari mereka, tugas ini menakutkan, sekaligus tugas yang memberi pengalaman indah bagi mereka.

      
Praktik puisi

Pada hari kelima, para peserta mendapat tugas membuat evaluasi dan refleksi untuk mengambil buah dari pengalaman latihan selama 5 hari. Evaluasi dan refleksi dialukan secara mandiri terlebih dulu, baru ada pleno untuk mengungkapkan hasil refleksi mereka. Ada lima perwakilan yang melaporkan hasil evaluasi-refleksi mereka. Mereka merasa senang, dan bahagia mengikuti pelatihan ini, karena semakin percaya diri, semakin mengenal diri sendiri dan sesamanya.  Ketrampilan mereka dalam berbicara di depan umum berkembang.
 
Sebagai tugas terakhir, dalam kelompok-kelompok kecil mereka menyiapkan misa syukur yang kreatif. Misa syukur selama 1 jam persis itu berlangsung dengan indah dan menggembirakan. Banyak terjadi perpaduan budaya dari aneka suku di Indonesia. Ada nyanyian, tarian, tablo dan musik daerah yang dirangkai untuk membuat misa penutupan ini terasa “gue banget.”
 
Misa Syukur

Baik oleh para peserta maupun para Pembina dari masing-masing kongreasi, pelatihan ini telah membuat para peserta semakin percaya diri dan mampu berbicara dengan lancar di depan umum. Mereka mengalami bebas dari kebisuan. Berdasarkan bacaan Injil hari itu (Mrk. 2:1-12). Dalam homilinya Romo Iswarahadi mengibaratkan bahwa hari-hari ini Kerajaan Allah sedang datang. Para pembina dari aneka kongregasi ibarat para pengusung orang lumpuh. Kehendak kuat dan iman yang kuat dari mereka dan dari para peserta menggerakkan Tuhan, sehingga di antara kita terjadi kesembuhan. Yang semula tidak berani menari, bisa menari. Yang takut berbicara bisa berkata-kata dengan lancar. Dengan melaksanakan tugas yang diberikan dan dengan pendampingan yang penuh kesabaran oleh para tutor, para peserta mengalami apa yang menjadi tujuan pelatihan ini. Bebas dari kebisuan. Kepercayaan diri, keberanian berekspresi dan ketrampilan berbicara di depan umum  merupakan bekal penting bagi para religius dalam menapaki panggilan selanjutnya. (Peliput: Ispuroyanto Iswarahadi SJ). 

Kembali