FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

Max Rooyackers: Mengangkat Kisah para Indo-Eropa dalam Seminar, Lomba, dan Diskusi Ilmiah

Max Rooyackers, atau biasa dikenal dengan panggilan Max adalah salah satu mahasiswa  Sejarah angkatan 2019. Ditahun keempatnya menimba ilmu di Sanata Dharma dirinya kerap kali menyibukkan diri dengan mengikuti seminar-seminar, diskusi, maupun lomba kesejarahan tingkat regional maupun nasional. Salah satunya dengan, turut serta dalam kegiatan Komunitas Sastra Kutub Diskusi Ikhtisar Sastra Indo-Eropa sebagai pembicara di Yogyakarta.

Tak berhenti sampai disitu, Max pun ikut serta dalam LKTI (Lomba Karya Tulis Ilmiah) UNY yang bertemakan Refleksi Historiografi Indonesia: Sejarah Lokal dan Sejarah Sosial dalam Perjalanan Penulisan Sejarah Indonesia Masa Kini. Max menjadi juara dua dalam lomba tersebut. Dalam presentasi saat lomba tersebut, Max membawakan judul presentasi “MEMBANGUN JEMBATAN ANTARA ‘SANA’ DAN ‘SINI’: PERGERAKAN INDO-EROPA NASIONALIS PADA TAHUN 1923-1942”. Dalam presentasinya Max menjelaskan latar belakang pergerakan Indo-Eropa terjadi dan juga pasang-surut gerakan tersebut. Adapun yang menyebabkan timbulnya pergerakan Indo-Eropa tidak lain dan tidak bukan adalah stereotip etnis (Barat vs TImur, Belanda vs Indonesia). Ditambah lagi dengan munculnya perbedaan sikap antara pihak yang pro Belanda dan pro kemerdekaan Indonesia membuat situasi kala itu ramai. Hal tersebut memicu perdebatan mengenai perbedaan Indis vs Indonesia & etnis Indo-Eropa akankah diterima sebagai orang Indonesia? Pada kesimpulan, Max menyatakan bahwa “Jembatan, Sana-Sini” tersebut kiranya dapat dibangun, tetapi keadaannya rapuh.

Di akhir bulan September, lebih tepatnya Jumat, 30 September 2022 Max menjadi presenter dalam seminar nasional untuk memperingati 100 tahun Rama Dick Hartoko, S.J. dengan tema “Kolonialisme, Estetika, dan Ketakjuban Sastra” pada yang diselenggarakan HISKI Komisariat USD. Max mempresentasikan “Masyarakat Kolonial Melalui Perspektif Sastrawan Indo-Eropa”. Ia menjelaskan secara ringkas dan padat mengenai topik Indo-Eropa. Budaya vs Etnis, penggunaan bahasa Melayu, Belanda, bahasa Petjoh, serta krisis identitas yang dialami orang-orang Indo-Eropa. Max mengangkat 3 tokoh sastrawan besar Indo-Eropa yakni De-Lilah, Victor Ido dan J.E. Jasper. Selain itu, Max juga menyoroti tingkatan yang ada di masyarakat, diumpamakannya Masyarakat Kolonial sebagai Kue Lapis. Menurutnya status hukum dan etnisitas adalah golongan horisontal yang kaku, namun kekayaan dijadikan tolok ukur dalam membentuk tingkat kedudukan. Golongan Indo-Eropa, menurut Max, lebih mudah untuk berpindah dari lapisan masyarakat yang ada karena tidak terikat dengan kekayaan.

Kembali