Berita

Dua Sahabat dari Negeri Ginseng

17-06-2021 11:19:37 WIB 

Ketika banyak orang muda Indonesia gandrung dengan budaya pop dari Korea Selatan, dua pemuda dari Negeri Ginseng ini justru memilih berkuliah di Prodi Sastra Indonesia USD. Siapakah mereka? Mengapa mereka tertarik belajar bahasa dan sastra Indonesia?

Mereka adalah dua orang mahasiswa asing yang berasal dari Korea Selatan, Kim Byeongin dan An Eunchul.

Kedatangan ke Indonesia

Kim Byeongin atau yang akrab disapa Kim, pertama kali datang ke Indonesia pada tahun 2017 dan langsung tinggal di Yogyakarta. Kim berasal dari Dae Jeon, Korea Selatan. Selama kurang lebih satu tahun, ia mengikuti kursus untuk belajar bahasa Indonesia. Kim sudah memiliki rencana untuk melanjutkan kuliah di prodi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma.

Pada awalnya, Kim memilih berkuliah di Indonesia karena menerima ajakan dari bibinya yang sudah lebih dahulu berkuliah di prodi Sastra Indonesia. Kim menerima ajakan itu karena dia sudah menyelesaikan wajib militer dan tertarik untuk belajar bahasa Indonesia.

“Bibiku tawarin aku habis aku ikut wamil (wajib militer-red), gimana kamu mencoba masuk kuliah di Indonesia. Aku memilih Sastra Indonesia untuk lebih dalam belajar bahasa,” ujar laki-laki kelahiran tahun 1996 ini.

Berbeda dengan Kim, An Eunchul atau yang biasa dipanggil An datang pertama kali ke Indonesia pada awal tahun 2018.  Ia juga langsung tinggal di Yogyakarta. Jika Kim datang ke Indonesia karena mengikuti bibinya yang sudah lebih dahulu di sini, An datang untuk menyusul orang tuanya. Orang tua An lebih dahulu berada di Indonesia karena pekerjaan. An juga memutuskan untuk mengikuti kursus bahasa Indonesia, tetapi hanya kurang lebih satu bulan saja. Selanjutnya, ia memilih untuk belajar secara mandiri.

“Kalau aku belajar bahasa Indonesia biar lebih lancar, tapi awalnya sastranya gak tahu apa itu sastra. Aku kira Sastra Indonesia itu hanya belajar bahasa Indonesia,” kata laki-laki asal Seoul, Korea Selatan ini saat ditanya alasan memilih kuliah di Sastra Indonesia.

 

Pengalaman Berkuliah di Sastra Indonesia

Tidak terasa Kim dan An sudah berada di semester 6. Kesulitan dan tantangan sudah mereka lalui untuk berkuliah di prodi Sastra Indonesia. Kesulitan dalam memahami bahasa Indonesia tentu menjadi hal yang utama bagi mereka.

“Kadang-kadang ada kata yang zaman dahulu dan ada dosen yang pakai bahasa Jawa. Bahasa Indonesia pun juga kadang susah memahami arti dalam kalimat-kalimat, tapi aku harus paham maksudnya. Itu kesulitanku,” kata Kim.

Tidak jauh berbeda dengan Kim, An juga mengalami kesulitan dalam memahami bahasa selama berkuliah. Menurut An, ada dua hal yang menjadi kesulitannya selama ini.

“Alasan kesatu tentang bahasa baku dan bahasa biasa. Bahasa baku dan bahasa biasa sangat beda, saat mengerjakan tugas atau yang lain. Susah memahami bahasa baku. Alasan kedua sama kayak Kim, kata zaman dahulu atau memakainya dalam sastra itu sangat susah,” ujar An.

Meskipun demikian, Kim dan An merasa sangat senang berkuliah di Universitas Sanata Dharma, khususnya Sastra Indonesia. Sebagai mahasiswa asing, Kim dan An juga merasa banyak dibantu oleh para dosen dan teman-teman. An mengatakan bahwa dosen-dosen di prodi Sastra Indonesia ramah dan baik. Kim dan An juga merasa fasilitas yang ada di Universitas Sanata Dharma bagus.

Para dosen mengusahakan untuk memahami An dan Kim. Namun, kesulitannya jika ada beberapa dosen yang memakai singkatan dalam menulis, ia merasa sangat kesulitan. Selain para dosen, An juga mengatakan bahwa teman-teman kuliahnya baik.

“Iya baik. Mereka suka membantu,” kata laki-laki kelahiran tahun 1999 ini.

Kim juga setuju dengan An jika teman-teman kuliah mereka baik. Bahkan ada beberapa teman yang tidak segan mengajari dan membimbing mereka saat menemukan kesulitan dalam mengerjakan tugas.

An dan Kim merasakan ada beberapa perbedaan antara sistem kuliah di Korea Selatan dengan Indonesia. Kim mengatakan bahwa di Korea Selatan tidak banyak dosen muda. Dosen di sana harus minimal sudah S-3. Selain itu, kampus di Korea Selatan masuk kelas pagi pukul 9. Sementara, di Indonesia ada kelas yang masuk pukul 7 pagi. Mereka pun terkadang merasa terlalu pagi jika ada kelas yang dimulai pukul 7 pagi. Walaupun sebenarnya SMA di Korea Selatan ada yang masuk pukul 7 pagi, tetapi biasanya berlaku untuk sekolah yang berasrama.

 

Kesan Tinggal di Yogyakarta, Indonesia

Tahun ini, Kim sudah genap 4 tahun berada di Indonesia dan An sudah 3 tahun. Mereka tidak banyak mengalami kesulitan saat tinggal di Indonesia. Mereka cukup dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di Indonesia. Hanya saja, An merasa terdapat sedikit perbedaan keadaan lalu lintas di Indonesia dengan Korea Selatan. Indonesia lebih banyak pengendara motornya daripada di Korea Selatan sehingga lebih susah untuk menyetir mobil.

Ketika ditanya tentang makanan di Indonesia, mereka juga sangat menyukai makanan Indonesia. Mereka bersyukur karena Indonesia juga memiliki makanan pokok berupa nasi, sama seperti di Korea Selatan.

“Kalau aku cocok dengan makanannya, tapi ada yang tidak cocok kayak makanan yang termasuk santan. Kayak wanginya keras itu susah makannya,” ujar Kim.

“Kalau aku suka sate. Sate sama kangkung,” kata An. Selebihnya, banyak makanan Indonesia yang juga mereka sukai.

Kim dan An merasa senang tinggal di Yogyakarta. Banyak tempat bermain dan berwisata di kota ini. Bahkan Kim yang memiliki hobi jalan-jalan sudah mendatangi banyak tempat di Yogyakarta dan sekitarnya, seperti alun-alun dan berbagai candi. Namun, selama adanya pandemi COVID-19, ia harus menghentikan sementara hobinya itu. Berbeda dengan Kim, An memiliki hobi yang lebih dapat dilakukan di dalam rumah. An suka membaca novel fantasi, main game, main gitar atau piano.

Mereka tidak terlalu kesulitan saat menyesuaikan diri dengan budaya di Indonesia. Hanya saja mereka merasa jika ada beberapa orang Indonesia yang tidak tepat waktu dan lebih santai dalam beberapa hal. Berbeda dengan orang-orang di Korea Selatan yang selalu tepat waktu bahkan sudah siap sebelum waktu yang telah ditentukan. Namun, mereka menyadari bahwa itu semua juga tergantung dari pribadi setiap orang.

 

Rencana setelah Wisuda

Setelah menyelesaikan kuliah dari Universitas Sanata Dharma nanti, Kim dan An memiliki rencana yang berbeda untuk kehidupan mereka. Kim akan kembali ke Korea Selatan untuk mencari pekerjaan. Ia bahkan tidak keberatan jika perusahaan tempat ia bekerja nanti mengirimnya ke Indonesia kembali.

Sama halnya dengan An, ia juga akan kembali ke Korea Selatan setelah ia wisuda nanti. Namun, ia memiliki dua pilihan ketika sudah berada di Korea Selatan. Ia harus memilih antara mengikuti wajib militer terlebih dahulu atau melanjutkan S-2. An berencana untuk melanjutkan S2 di bidang Hubungan Internasional.

 

Kesan dan Pesan dari Kim dan An

Kim dan An memiliki kesan yang sangat baik terhadap para dosen di prodi Sastra Indonesia.

“Kalau menurut aku, mereka sangat baik dan penuh perhatian ke kami juga membantu,” kata An saat ditanya kesannya terhadap para dosen di prodi Sastra Indonesia.

“Kalau aku sangat berterima kasih kepada dosen-dosen karena walaupun kami orang Korea tidak bisa mengerti. Dosennya memberi semangat supaya tidak menyerah,” ujar Kim.

Kim dan An juga berharap bahwa kalau bisa, para dosen memberikan materinya terlebih dahulu kepada mahasiswa asing seperti mereka sehari sebelum waktu kuliah. Supaya sebelumnya mereka bisa belajar dan memahami. Mungkin sangat sulit bagi mahasiswa asing jika langsung menerima materi dan penjelasan saat jam kuliah. Supaya saat kuliah berlangsung, mereka tidak kesulitan untuk mengerti hal-hal yang disampaikan oleh dosen.

Kim juga berpesan kepada orang asing yang ingin kuliah di Indonesia untuk tidak takut mencoba dan mendaftar seperti dirinya. An juga menambahkan bahwa lebih baik lagi jika orang asing yang ingin kuliah di Indonesia harus terlebih dahulu belajar bahasa Indonesia dengan sungguh-sungguh.

Hal itu supaya mereka tidak mengalami kesulitan saat berkuliah nantinya. Kim dan An juga akan merekomendasikan setiap orang yang ingin belajar bahasa dan sastra Indonesia untuk berkuliah di prodi Sastra Indonesia, fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

 

Penulis: Stevanny Yosicha Putri

 kembali