Berita

Menyoroti Fenomena Nomofobia Melalui Film Pendek "00:59"

08-06-2021 11:20:17 WIB 

Siapa bilang kuliah di jurusan Sastra Indonesia itu membosankan? Justru kebalikannya, kalian bisa mendapat banyak pengalaman yang sangat seru dan tak terlupakan. Salah satunya kuliah membuat film.

Program Studi Sastra Indonesia di Universitas Sanata Dharma membuka berbagai mata kuliah pilihan, salah satunya Dasar-Dasar Sinematografi. Kalian yang tertarik ataupun ingin belajar dunia videografi atau penyajian audiovisual bisa mengembangkan minat kalian melalui mata kuliah ini.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, mahasiswa mata kuliah Dasar-Dasar Sinematografi di tahun ini kembali membuat film pendek sebagai bagian dari tugas akhir. Meskipun harus berdinamika di tengah pandemi, para mahasiswa tetap kompak dan semangat. Penulis berkesempatan untuk menyaksikan kegiatan produksi kelompok SCTC, salah satu kelompok pembuatan film.

Pengambilan gambar atau syuting dilaksanakan selama dua hari, pada tanggal 16—17 Mei 2021. Produksi dilakukan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. Para kru dan pemain juga diberi vitamin untuk menjaga daya tahan tubuh.

Selektif menggunakan teknologi

SCTC mengusung topik selektivitas dalam menggunakan teknologi. Hal itu dijelaskan oleh Reni, sutradara dalam film bertajuk 00:59 ini.

“Ide film ini berangkat dari keprihatinan kami melihat situasi sosial saat ini. Wabah Covid-19 membawa untung karena makin banyak yang melek teknologi, namun juga rugi karena makin banyak yang gagap teknologi,” ujarnya.

 

Ide cerita

Film pendek 00:59 bercerita tentang seorang gadis SMA, Amel, yang keranjingan bermain gadget sejak sekolahnya menerapkan sistem pembelajaran daring. Amel merupakan anak yatim-piatu. Ia tinggal berdua bersama kakaknya, Kak Gea. Amel bermaksud untuk bekerja dari membuat konten dan mengunggahnya ke media sosial. Sayangnya, ia terlena karena terlalu banyak menghabiskan waktunya untuk bersosialisasi di media sosial dan lupa bersosialisasi dengan keluarganya sendiri.

Produser film ini, Maria Ariesta, turut mengungkapkan kegelisahannya selama mengamati perkembangan teknologi di kalangan remaja akhir-akhir ini.

“Sepertinya fenomena kecanduan media sosial sudah banyak terjadi. Gagap teknologi ternyata mempunyai efek yang besar bagi dunia sosial. Kita lari ke medsos untuk bersosialisasi karena himbauan jaga jarak secara fisik. Lama kelamaan, kita seakan jadi benar-benar ‘berjarak’. Bukan secara fisik saja, tapi juga secara sosial. Kita mengalami era nomofobia,” ujarnya.

Nomofobia sendiri merupakan istilah serapan dari bahasa Inggris, yaitu nomophobia (no mobile phone phobia). Seperti namanya, fobia ini membuat pengidapnya susah lepas dari penggunaan gadget. Mereka akan merasa cemas jika tidak memakai perangkat elektronik tersebut walau sebentar saja.

 

Proses yang seru

Meskipun membawa topik yang cukup berat, film ini dikemas dengan cerita yang sederhana dan cukup mudah dipahami. Henny Febriola dan Yosephine Tyas, aktor pemeran Amel dan Fitri, mengungkapkan perasaan mereka selama menjalani proses syuting.

“Senang dan seru sih rasanya. Walaupun ternyata lumayan capek juga, tapi tetep seneng,” ujar Henny saat diwawancarai via WhatsApp (29/5/21).

“Kesan saya selama memerankan karakter Fitri itu susah-susah gampang karena Fitri dalam film ini ditonjolkan dengan seseorang yang baik dan kalem, tetapi juga bisa bersikap tegas terhadap Amel yang sudah memberikan prank yang melampaui batas. Untuk itu perlu menggunakan ekspresi wajah yang sesuai dengan emosi dan situasi,” ujar Tyas saat diwawancarai via WhatsApp (29/5/21).

“Proses syuting cukup membuat saya terkesan karena bisa mempelajari hal yang baru,” tambah Tyas.

Reni berharap film ini dapat menjadi satu panggilan untuk masyarakat, terutama generasi muda, agar selektif dalam menggunakan teknologi dan media sosial. Hal ini juga disepakati oleh Tyas. Seperti yang kita tahu, media sosial dapat berdampak baik atau buruk, tergantung bagaimana kita menggunakannya.

“Film ini cukup menarik untuk ditonton karena dikemas dengan menyajikan dua sisi, yaitu sisi negatif dan sisi positif terhadap penggunaan media sosial,” ujar Tyas.

Saat ini, pembuatan film 00:59 sudah mencapai tahap pasca-produksi yaitu penyuntingan. Film ini berencana dipublikasikan bersamaan dengan jadwal Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Dasar-Dasar Sinematografi. Penasaran seperti apa film pendek karya mahasiswa Sastra Indonesia? Tunggu info selanjutnya, ya!

 

Penulis: Reni Nurari

 kembali