Berita

Bercerita Adalah Cara Terbaik untuk Menyampaikan Pesan, termasuk Beriklan

28-05-2021 15:41:42 WIB 

“Story is the most powerful tool to send messages. Even God used it too,” kutip Budiman Hakim dari perkataan temannya, Jimmy. Jadi, jika Tuhan saja menggunakan cerita untuk menyampaikan pesannya melalui kitab suci, dapat disimpulkan, cara bercerita adalah cara yang terbaik, termasuk untuk beriklan. Usaha kecil di Indonesia pun tidak jarang memakai cerita demi terdongkraknya angka penjualan produknya.

Hal itu disampaikan Om Bud, sapaan akrab Budiman Hakim, dalam kuliah umum “Storytelling dalam Iklan” di Prodi Sastra Indonesia USD, Jumat (21/5).

Dalam kuliah umum tersebut, Om Bud mengisahkan pengalamannya ketika mengajarkan ilmu beriklan di salah satu kedai kopi di Jakarta. Di sana, Om Bud bertanya kepada para audiens siapa yang pernah didongengi orang tua ketika kecil.

Ternyata di antara puluhan peserta yang menjawab, ada salah satu peserta bernama Bu Reti yang menjawab, “Saya.” Oma Reti, begitu sapaan akrabnya, ini sudah berusia 70 tahun. Dia menceritakan pengalamannya menyimak dongeng Kancil dan Buaya ketika berumur 5 tahun. Om Bud pun sangat kagum dengan pengalaman Oma Reti

“Coba bayangin sebuah dongeng sederhana mampu bersemayam dalam benak seseorang selama 65 tahun dan ceritanya masih mampu dia ingat secara detail,” kata Om Bud.

Kesadaran bahwa cerita mampu menjadi alat penyampai pesan yang dahsyat dan bersemayam di benak orang hingga puluhan tahun membuat para pakar marketing melirik storytelling untuk beriklan.

Om Bud pun akhirnya setuju dengan pemikiran tersebut. Terlebih setelah Om Bud mengamati isi kitab suci agama-agama di dunia ini berisi cerita-cerita.

“Kalau saya baca Quran itu ada banyak banget kisah-kisah para nabi dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad itu semua dalam bentuk cerita,” imbuh Om Bud.

 

Bagaimana Orang Indonesia Memakai Cerita dalam Berjualan?

Strategi bercerita tidak hanya dipakai oleh brand-brand besar yang sudah tenar. Om Bud menemukan para pelaku usaha kecil di Indonesia tidak sedikit yang memakai cerita untuk mendukung penjualannya. Dua di antaranya diceritakan oleh Om Bud, yaitu Soto Gebrak, Siomay Pink, dan Pecel Lele Lela.

Soto Gebrak merupakan salah satu warung soto di dekat rumah Om Bud. Kekhasan warung tersebut ada pada cara sang pemilik menyajikan sotonya. Dia selalu menggebrak meja yang dilapisi seng dengan botol kecap sehingga melahirkan suara yang memekakkan telinga.

Cara tersebut membuat para pelanggan membuat cerita tentang Soto Gebrak untuk orang lain yang belum pernah ke sana. Alhasil, ada saja pelanggan yang makan di Soto Gebrak kendati menurut Om Bud rasanya sebenarnya biasa-biasa saja.

“Soto Gebrak itu buat saya rasanya ya standarlah ya. Enak enggak, nggak enak iya,” canda Om Bud.

Contoh kedua adalah Siomay Pink yang dijual oleh Pak Sriyono, pria asal Klaten. Dia biasa menjajakan dagangannya di Car Free Day Jl. Jend. Soedirman Jakarta, tempat Om Bud dan keluarga menikmati akhir pekan. Yang menarik adalah semua perlengkapan yang dia pakai berwarna merah muda.

Om Bud akhirnya mendapat cerita dari sang pemilik usaha. Warna pink adalah warna favorit anaknya, Peksi Safira Miradalita. Ketika anaknya masih berumur 3,5 tahun, Sriyono bercerai dengan istrinya dan tragisnya dia tidak boleh lagi menemui Peksi.

Om Bud pun terharu dengan cerita Sriyono dan selalu makan Siomay Pink setiap kali ke Car Free Day. Kendati rasanya biasa-biasa saja, Om Bud tetap memaksa anak-anaknya makan Siomay Pink.

“Apakah saya membeli dan makan siomay pink karena rasanya? Tidak. Saya datang karena ceritanya, bukan karena rasanya,” tutur Om Bud.

Terakhir adalah Pecel Lele Lela yang konon sudah buka cabang sampai Brunei dan Mekkah. Ada promo menarik di sana, yaitu setiap orang yang bernama Lela boleh makan gratis seumur hidup di Pecel Lele Lela.

Om Bud heran dan bertanya kepada manajernya apakah dia tidak rugi dengan promo ini. Ternyata, menurut sang manajer, ini adalah strategi pemasaran. Si Lela yang makan di sini tidak akan sendirian makan di sana. Dia akan mengajak orang lain, entah itu suami, teman, atau orang lain. Ini mirip promo buy one get one free.

“Ternyata promosi yang kelihatan basi, buy one get one free, kalau diulik sedikit, ternyata menjadi sangat dramatis dan seakan-akan baru,” ujar Om Bud.

Om Bud pun mengakhiri kuliah umum dengan kutipan dari pakar pemasaran bernama Seth Godin.

Marketing is no longer about the stuff you make, but the stories you tell,” tutup Om Bud.

Kuliah umum “Storytelling dalam Iklan” masih dapat diakses di sini.

(scs)

 kembali