Berita

Di Dunia Digital Informasi Memang Penting, tetapi Interaksi Itu Jauh Lebih Penting

22-05-2021 15:43:49 WIB 

Dalam kuliah umum “Storytelling dalam Iklan” di Prodi Sastra Indonesia USD, Jumat (21/05), Budiman Hakim selaku narasumber, mengatakan dalam dunia digital, memancing orang untuk bereaksi jauh lebih penting daripada informasi itu sendiri.

Budiman Hakim yang sering disebut Om Bud menyampaikan hal itu saat menanggapi sebuah postingan “Menunggu pesawat take off menuju Bali. Kebetulan dapat job mengajar sosial media marketing selama 2 hari untuk ibu-ibu Dharma Wanita Di Gedung Telkom Denpasar.”

Om Bud menyebutkan postingan tersebut tidak memicu interaksi. Bahkan, orang tidak memberi respons terhadap status yang terbilang indah ini.

“Kalimat tersebut tidak ada yang salah, yang salah adalah yang posting itu ternyata bukan orang dari digital native. Digital native adalah orang yang lahir ketika (era) digital sudah ada. Sering kali (orang tersebut) masih membawa kebiasaan-kebiasaan dengan media tradisional. Jadi, dia terbiasa memberikan informasi yang sangat lengkap,” kata Om Bud.

 

Interaksi Terjadi di Kolom Komentar

Om Bud menyampaikan bahwa jangan menganggap ringan fungsi ruang komentar, karena transaksi sering terjadi di sana.

“Perlu diketahui bahwa sering kali transaksi terjadi bukan karena iklan yang kita posting. Sering kali transaksi terjadi ada di ruang komen. Jadi jangan pernah menganggap enteng fungsi ruang komen, sering kali transaksi terjadi gara-gara interaksi di ruang komen bukan di postingan awal,” lanjut Om Bud.

Om Bud mengatakan informasi yang disampaikan di media sosial sebaiknya tidak lengkap. Ketidaklengkapan tersebut secara bertahap bisa memancing rasa ingin tahu pembaca sehingga terjadilah interaksi di ruang komentar.

“Jadi akan lebih baik (dalam) status tadi kalau kita memberikan informasi yang tidak lengkap. Kita bisa mencicilnya dengan mencari kalimat yang sekaligus memancing rasa ingin tahu pembacanya agar terjadi komunikasi,” jelas Om Bud.

 

Metode Mencicil

Om Bud memberikan alternatif isi postingan sebagai pengganti status media sosial di atas. Penulis buku Storytelling: Beriklan Lewat Cerita ini menyatakan bahwa postingan yang tingkat kepentingannya lebih rendah akan lebih kuat guna menstimulasi pembaca memberi komentar.

Oleh karena itu, Om Bud menyarankan supaya informasi yang hendak disajikan di sebuah kiriman media sosial  dicicil sedikit demi sedikit.

“Misalnya begini, udah duduk dan pasang safety belt. Aduh! Gue selalu takut naik pesawat tapi apa daya. Tugas telah menanti dan harus dijalani. Doakan ya, Guys,” ungkap Om Bud memberi contoh.

Kiriman alternatif di atas dapat memancing reaksi dari pembaca karena informasinya tidak lengkap. Justru ketidaklengkapan itulah yang membuat status di media sosial menjadi powerfull.

 “Diperhatikan baik-baik ya, potongan status tersebut. Kalimat di atas terlihat sederhana tapi orang yang membaca pasti merasa tercolek rasa ingin tahunya. Pasti saya jamin ada yang tidak tahan untuk tanya.”

Lantas Om Bud melanjutkan contoh dengan metode mencicil. Setiap ada respons dari pembaca status, kita bisa menjawabnya secara bertahap.

“Tetapi ingat sekali lagi ya, jawabnya harus dicicil. Jangan kebanyakan informasi. Misalnya ada yang tanya gini, ‘Mau kemana Bro?’ Nah kalau ada yang bertanya gitu, kita jawab, ‘Ke Bali. Cuaca sih alhamdulillah bagus, doain ya Bro’. Dia nyaut lagi, ‘Ih enak banget ke Bali, liburan ya?’ Misalnya orang itu tanya lagi, kita jawab lagi tapi ingat, dicicil. Kita nyaut lagi, ‘Panggilan tugas, Bro. Kita di sana bukan hura-hura.” Tutur Om Bud.

Percakapan akhirnya terjadi sangat panjang dan selanjutnya menarik perhatian orang lain yang kebetulan membacanya. Terjadilah engagement dari kiriman media sosial tersebut.

 

Percakapan Membentuk Cerita

Om Bud menyatakan ternyata orang lebih senang membaca percakapan yang seperti cerita daripada membaca kalimat monolog. Menurut Om Bud, pembaca bisa ikut terlibat dengan mengidentifikasi diri sebagai salah satu peran dalam cerita itu.

“Orang jauh lebih senang membaca percakapan daripada kalimat monolog, karena membaca percakapan rasanya seperti membaca cerita. Dan hebatnya lagi, kita bahkan bisa masuk dan berpartisipasi menjadi salah seorang dalam tokoh dalam cerita tersebut,” jelas Om Bud.

Dalam membuat rasa ketertarikan pembaca akan kiriman, sang pemilik akun harus bisa memancing interaksi dengan orang lain, itulah yang disebut dengan hakikat dari media digital.

Kuliah umum “Storytelling dalam Iklan” Bersama Budiman Hakim atau Om Bud dapat diakses di sini.

 

Penulis: Bernadetha Wahyu Andriyanto

 kembali