Berita

Metafora tentang Pandemi Covid-19: Perang, Hantu, dan Raksasa

30-04-2021 15:26:41 WIB 

Covid-19 sebagai sesuatu yang baru, dimetaforakan supaya mudah dipahami. Setidaknya ada tiga metafora atau cara mengonseptualisasikan pandemi ini, yaitu sebagai perang, hantu, dan raksasa. Konseptualisasi ini bertujuan untuk meningkatkan daya tarik, mengurangi kompleksitas, dan mengongkretkan pesan.

Kesimpulan tersebut merupakan hasil kajian Maria Magdalena Sinta Wardani, S.S., M.A. dalam artikelnya yang berjudul “The Metaphoric Conceptualization of the Covid-19 Pandemic in the Online Press Releases of Lapor Covid-19 and Kominfo” di Journal of Language and Literature Volume 21, No. 1, April 2021.

Sinta menyoroti pentingnya komunikasi yang baik dari pemerintah kepada masyarakat selama masa pandemi ini. Pemangku kepentingan yang terkait dengan penanganan Covid-19 di Indonesia juga memiliki kebutuhan komunikasi publik agar seluruh informasi maupun imbauan seputar penanganan covid-19 sampai kepada masyarakat dengan akurat.

“... accurate information and targeted guidance, as only then can people understand their situation and adapt to it, thereby curbing the spread of the novel coronavirus (... informasi dan imbauan yang akurat akan membuat masyarakat memahami situasi dan lekas beradaptasi dalam menghentikan penyebaran virus korona),” jelas dosen pengampu mata kuliah Semantik di Prodi Sastra Indonesia USD ini.

Menurut Sinta, kesederhanaan dan kelugasan ekspresi bahasa menjadi kunci penting di dalam komunikasi massa. Ekspresi bahasa yang dimanfaatkan adalah metafora. Sinta pun membahas penggunaan bentuk bahasa yang metaforis di dalam siaran pers di media daring. Metafora dimanfaatkan masyarakat untuk memahami konsep-konsep terkait pandemi.

This study examines the use of metaphoric language in online press releases, under the assumption that these metaphors serve a specific function within persuasive discourses (Studi ini mengkaji penggunaan bahasa metafora dalam siaran pers online, dengan asumsi bahwa metafora tersebut memiliki fungsi tertentu dalam wacana persuasif,” tulis Sinta.

Sinta menemukan 9 kosakata metaforis terkait pandemi Covid-19, yaitu 1) berguguran, 2) berdamai, 3) garis depan, 4) melawan, 5) menang, 6) benteng, 7) menghantui, 8) membesar, dan 9) menelan. Diksi-diksi tersebut memberikan petunjuk pada kemungkinan pemodelan metafora konseptual yang berbeda, yakni 1) PANDEMI ADALAH PERANG, 2) PANDEMI ADALAH HANTU, 3) PANDEMI ADALAH RAKSASA.

Pandemi Adalah Perang

The words berguguran ('fall in battle'), berdamai('make peace'), garis depan('frontlines'), melawan('oppose'), menang('win'), and benteng('fortress, bastion') are metaphors. These words (or, to borrow a term from Steen, lexical units) will be analyzed within the conceptual metaphor that ‘PANDEMIC IS WAR’ (Kata berguguran, berdamai, garis depan, melawan, menang, dan benteng adalah metafora. Kata-kata ini (atau, meminjam istilah dari Steen, unit leksikal) akan dianalisis dalam metafora konseptual bahwa ‘PANDEMI ADALAH PERANG’”, ungkap Sinta.

Pandemi Adalah Hantu

Sementara itu, diksi menghantui menunjukkan bahwa pandemi dimetaforakan seperti hantu. Di dalam data, memang hanya ditemukan kata menghantui yang mengarah pada pemetaan PANDEMI ADALAH HANTU. Untuk itu, Sinta melacak informasi secara daring untuk mencari adanya kemungkinan kemunculan ekspresi metaforis lain yang menunjukkan metafora konseptual PANDEMI ADALAH HANTU.

Sinta pun menemukan ekspresi metaforis “virus korona gentayangan di jalanan di Jakarta” (Sumber: Vlix.id.). Kata gentayangan umum digunakan untuk menjelaskan hantu yang penasaran. Dalam KBBI V, contoh penggunaan kata tersebut adalah “Tersiar kabar bahwa ada arwah yang menggentayangi desa itu”. Dengan ini, tampak adanya metafora konseptual PANDEMI ADALAH HANTU pada masyarakat.

Pandemi Adalah Raksasa

Sementara itu, diksi membesar dan menelan menjadi petunjuk metafora konseptual PANDEMI ADALAH RAKSASA. Kata membesar dan menelan tidak dipisahkan dalam analisis karena menunjukkan keterhubungan kronologis. Subjek berciri semantis pelaku perlu membesar baru kemudian dapat menelan manusia sebagai objeknya. Oleh karena itu, domain kata membesar dan menelan ada pada RAKSASA.

Pada akhir tulisannya, Sinta membandingkan metafora konseptual tentang pandemi yang dilakukan oleh Kominfo dan Lapor COVID-19. Kementerian Kominfo menampilkan metafora konseptual PANDEMI ADALAH PERANG. Sementara itu, Lapor COVID-19 menggunakan metafora konseptual PANDEMI ADALAH PERANG, PANDEMI ADALAH HANTU, dan PANDEMI ADALAH RAKSASA.

Tergantung pada Karakter Institusi

Sinta memandang identitas Lapor COVID-19 sebagai penyuara aspirasi masyarakat. Oleh karena itu, metafora yang digunakan adalah metafora yang sudah umum dikenal masyarakat. Kata-kata menghantui, membesar dan menelan jamak dipakai dalam wacana kebencanaan. Sementara itu, pemerintah berkepentingan untuk melindungi warga, juga menjaga stabilitas dan keamanan negara. Oleh karena itu, metafora konseptual PANDEMI ADALAH PERANG mewakili kebutuhan negara untuk menjalankan berbagai kebijakannya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, dalam kedua kasus, pilihan metafora konseptual institusi sangat dipengaruhi oleh karakteristik khusus mereka dan genre diskursif yang digunakan.

The government used metaphors to reduce the complexity of its message while stimulating readers' interest and imaginations. Lapor COVID-19, meanwhile, used metaphors to stimulate readers' interest and imaginations while simplifying and concretizing its message (”Pemerintah menggunakan metafora untuk mengurangi kompleksitas pesannya sekaligus merangsang minat dan imajinasi pembaca. Sementara itu, Lapor COVID-19 menggunakan metafora untuk merangsang minat dan imajinasi pembaca sambil menyederhanakan dan mengonkretkan pesannya),” tutup Sinta.

Artikel lengkap dapat dibaca di sini. (scs)

 kembali